2.
Archie
masih belum bisa melupakan sosok aneh yang sempat mampir dalam ingatannya itu.
Dia tidak tahu apa-apa tentang ‘penampakan’ makhluk yang entah makhluk apa itu.
Di dalam kamar, dia terus memikirkan hal itu hingga panggilan kakeknya membuat
Archie keluar dari kamarnya. “ Ada apa, Kek??” tanya Archie melongokkan kepala
dari pintu kamarnya.
“
Tuh lihat… kalau kaya’ gitu masa’
nggak mungkin ada penunggunya.”
“
Maksudnya apa sih, Kek?” kali ini Archie yang mulai penasaran, keluar dari
kamar dan duduk disebelah kakeknya.
“
Ya itu, masa’ di Gunung Kembang ada benda yang mirip sama sayap kupu-kupu… tapi
mana ada sayap kupu-kupu gedhe-nya
hampir tiga meter, terus kupu-kupunya berapa besar??? Kalau nggak ada
penunggunya, terus itu apa?” jelas Kakek Archie.
“
Gunung Kembang… kaya’ yang diceritain Dio. Terus, apa masih belum ada
penjelasan dari Dinas Perhutanan?”
“
Belum… katanya masih mau di teliti sama peneliti yang suka meneliti benda-benda
purbakala itu lho… tapi ya jadi wagu (aneh)
kalau itu adalah benda purbakala. Lha
wong nggak terkubur ditanah kok, lagipula mana ada manusia yang punya sayap
dijaman dulu…”
“
Mungkin itu bukan sayap manusia, Kek…”
“
Hewan? Emang jaman dulu ada hewan yang punya sayap warnanya silver bling-bling kaya’ gitu?? Terus kenapa
benda yang nggak terkubur ditanah itu baru aja ditemuin? Bukannya itu jalur
yang sering dilewati orang-orang dari Dinas dan para pendaki Gunung Kembang??”
“
Kakek berisik!!!!” marah Arya dari dalam kamarnya yang berdekatan dengan ruang
tengah.
“
Biarin!!!!” teriak kakek Archie tidak mau kalah.
“
Kalau dipikir-pikir… omongan kakek bener deh. Benda itu kalau dipegang langsung
hancur, kalau benda purbakala… ya udah jelas bakal hancur nggak tersisa…” sahut
Archie tidak mempedulikan teriakan Arya.
“
Nah… ‘kan, bener apa kata kakek. Pasti yang punya benda itu ya penunggu Gunung
Sindoro kaya’ yang dilihat sama penduduk di lereng Gunung Sindoro itu…”
“
Penunggu gunung?? Kakek percaya kalau Sindoro, Sumbing sama Dieng ada
penunggunya?”
“
Pasti ada… setiap tempat pasti ada penunggunya.”
“
Jadi, makhluk yang terbang di langit pas
malam tahun baru itu penunggu Sindoro?”
“
Ya, kakek nggak tahu itu penunggu yang mana, tapi jelas kalau mereka itu
makhluk penunggu diantara ketiga tempat itu.” Archie terdiam sembari terus
memandang layar televisi.
Dia
kemudian ingat sosok yang ‘mampir’ dalam ingatannya ketika Ike menunjukkan foto
sayap berwarna silver yang ditemukan ayah Dio yang bekerja di Dinas Kehutanan.
Archie tidak tahu, sosok itu hanya imajinasinya saja atau memang benar kalau
itu adalah sosok yang dilihat para penduduk lereng Sindoro.
Beberapa
saat kemudian, Archie kembali ke kamar dan merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Dia
mencoba memejamkan matanya, tapi saat suasana jadi gelap, Archie kembali
melihat sosok berbadan tegap dengan sayap dipunggungnya. Hal itu terjadi
berkali-kali membuat Archie ketakutan sendiri karena jika terus begini, dia
tidak akan bisa tidur.
Archie
berusaha tidak mengingat sosok bersayap itu, tapi tidak bisa menghindarkannya
dari penglihatan sesuatu yang tidak diketahui jenisnya itu, manusia atau hewan.
Akhirnya tepat pukul 03.20, Archie mulai bisa menutup matanya tanpa dihantui
sosok yang belum pernah dilihatnya tersebut.
ý
ý ý ý
ý ý ý
Esok
harinya dengan kantong mata yang menghitam, Archie berusaha menemui
teman-temannya yang sudah siap menuju Dieng seperti yang sudah disepakati
kemarin. Namun, dengan keadaan Archie yang seperti ini, dia tidak akan sanggup
untuk pergi kemanapun. Yang dia butuhkan sekarang adalah tidur dengan jangka
waktu yang lama sampai dia benar-benar kembali seperti semula.
Hingga
akhirnya kelompok pecinta hal-hal misterius ini memutuskan untuk tidak
menyelidiki langsung ke Dieng. Dio, Ike, dan Rudi hanya bisa mengikuti kemauan
Archie yang mereka anggap sebagai ketua kelompok mereka. Setelah teman-temannya
pulang, Archie kembali merebahkan badannya di tempat tidur dan mencoba tidur. Masih
seperti semalam, tiap kali dia menutup mata, bayangan makhluk tidak jelas itu
terus membayanginya.
‘Kenapa aku yang harus dilihatin penampakan
makhluk yang nggak jelas ini? Apa ini ada hubungannya sama aku? ’ tanya
Archie dalam hati. Beberapa saat kemudian, bunga tidur mulai menguasainya.
“
Archie… bangun sayang, ini udah sore!!” teriakan Ibu Archie dari luar kamarnya
membuat Archie terbangun.
“
Eng… ini jam berapa sih?” tanyanya sambil melihat ke arah jam dinding bergambar
idolanya, GIRUGAMESH, band visual kei Jepang. “ HAAAH???!!!!” teriak Archie
saat tahu bahwa sekarang sudah jam 5 sore.
“
Ibu kok nggak bangunin aku.”
“
Lha, ‘kan udah tiga kali dibangunin… tapi kamunya tidur kaya’ kerbau, ibu udah
teriak-teriak nggak jelas tapi kamu nggak bangun-bangun.”
“
Masa’ aku tidurnya kaya’ kerbau…”
“
Iya… denger kalau kakakmu teriak gara-gara rotinya dimakan kakek? Atau denger
waktu ibu banting panci gara-gara ada kecoa?”
“
Eng… enggak.”
“
Nah, udah jelas ‘kan? Udah sana buruan mandi… terus makan, daritadi kamu belum
makan ‘kan??”
“
Iya.” Archie bergegas mandi dan makan karena seharian ini dia menghabiskan
waktu hanya untuk tidur.
Sambil
makan, Archie mencoba mencari informasi tentang ‘kasus’ yang dia tangani dengan
menonton berita di televisi.
Benar
saja, kali ini di program berita salah satu televisi ada wawancara dengan para petugas
patroli dari Dinas Kehutanan Kabupaten Wonosobo yang menemukan benda mirip
sayap berwarna silver di Gunung Kembang. Ayah Dio yang jadi ‘bintang’ dalam
berita itu karena dia adalah orang yang pertama kali menemukan benda aneh
tersebut.
“
Itu Ayahnya Dio ‘kan?” tanya Ibu Archie sambil duduk disebelah Archie.
“
Iya, Bu… Ayahnya Dio yang pertama kali nemuin benda itu.” sahut Archie.
“
Cuma nemuin benda yang nggak jelas gitu aja, mendadak terkenal…”
“
Apanya benda yang nggak jelas?? Itu ‘kan udah jelas sayap… sayap!!”
“
Sayap apa segedhe itu? Sayap apa yang
warnanya perak? Sayap apa yang dipegang langsung hancur? Apa??”
“
Eng… nggak tahu.”
“
Makanya ibu bilang nggak jelas.”
“
Tapi…”
“
A-P-A???”
“
Ng… Bu, ibu percaya kalau aku dihantui makhluk yang KAYA’NYA itu adalah makhluk
yang dilihat penduduk lereng Gunung Sindoro?” ibu Archie menatap anaknya itu
lekat-lekat. Archie memang selalu bersemangat saat berbicara tentang alam yang
selalu dikaguminya tapi kali ini dia tidak hanya berbicara dengan semangat,
ekspresi wajah Archie juga terlihat sangat serius.
“
Ibu nggak percaya. Itu pasti Cuma imajinasi kamu aja… gara-gara kebanyakan
nonton berita kaya’ begini.”
“
Archie serius bu… pasti ada sesuatu yang bikin aku terus dihantui makhluk itu.
Archie yakin kalau makhluk yang dilihat Archie sama kaya’ makhluk yang dilihat
warga gunung Sindoro…”
Ibu
Archie menghentikan aktifitasnya dan menatap Archie. Kemudian ibu Archie
menghela nafas panjang.
“
Kamu mirip sama ayahmu… imajinasinya besar, suka berpetualang dan keras kepala.
Ibu yakin kalau ayahmu masih hidup, kalian berdua akan menyelidiki masalah ini
bersama-sama.”
“
Karena sekarang ayah nggak ada, makanya aku minta tolong sama ibu… tapi, Archie
yakin kalau ibu nggak akan mau menyelidiki masalah ini.”
“
Ibu nggak punya imajinasi sekuat kamu dan ayahmu, makanya ibu nggak bisa bantu
banyak… udah, nggak usah dibuat serius… nasinya dihabiskan dulu, setelah itu
kerjain tugas rumahnya.”
“
Iya.” Archie pun menuruti perintah ibunya menghabiskan makanannya dan bergegas
ke kamar untuk mengerjakan PR-nya.
Sembari
mengerjakan tugas Kimia-nya, sesekali Archie memikirkan makhluk aneh itu. Otak
imajinasinya mulai berpikir. Siapa tahu kalau makhluk itu memang penghuni
gunung yang ingin meminta tolong padanya. Archie mangacak-acak rambutnya
sendiri karena tahu kalau imajinasinya terlalu besar. Namun ketika dia berpikir
tentang alam yang mulai terusik, Archie mencoba untuk mempercayai bahwa makhluk
itu memang meminta tolong padanya.
ý
ý ý ý
ý ý ý
“
Selamat pagi anak-anak!!” teriak Surya, guru bahasa Inggris di sekolah Archie.
“
PAGIIIII……. PAAAAAKKKK……”
“
Wah, semangat nih… eh, lha itu ketua kelas kalian kenapa itu? Pagi-pagi udah
lemes kaya’ belum sarapan.” sahut Surya pada Archie yang menyandarkan kepalanya
di meja.
“
Eh, saya pak?” tanya Archie.
“
Iya… emangnya ketua kelas disini siapa lagi kalau bukan kamu??”
“
Maaf pak… semalam nggak tidur.”
“
Halah, masih kecil udah begadang segala… ngapain? Ngerjain tugas?”
“
Enggak bisa tidur pak…”
“
Ya udah, sana cuci muka dulu… ‘ntar malah tidur dikelas lagi.”
“
SIAP!!!” teriak Archie sambil berjalan keluar kelas menuju kamar mandi untuk
mencuci muka. Wajar saja kalau akhir-akhir ini Archie jarang tidur karena tiap
kali tidur, dia selalu dihantui bayangan manusia bersayap itu. Semakin lama,
bayangan itu semakin jelas.
“
Archie!!!” teriak seseorang dibelakang Archie membuatnya terkejut.
“
Ike!!! Ngapain kamu disini??”
“
Aku bilang sama Pak Surya kalau perutku sakit… jadi beliau menyuruhku ke UKS.”
“
Cuma alasan?”
“
Iya… aku khawatir sama kamu, soalnya akhir-akhir ini kamu jarang tidur dan
sering mengantuk di kelas. Kamu juga nggak pernah cerita penyebabnya, aku jadi
bingung…”
“
Nggak usah dipikirin… UKS yuk, kita bolos.” kata Archie sembari merangkul Ike
menuju keluar kamar mandi. “ Bolos nggak ngajak-ngajak…” sahut seseorang diluar
kamar mandi perempuan dan ternyata Dio dan Rudi.
“
HEE??!! Jangan-jangan kalian berdua juga alasan sakit sama Pak Surya??”
“
Aku bilang diare…” kata Dio.
“
Aku bilang mau nemenin Dio…” kali ini giliran Rudi dengan senyuman khasnya.
“
Kalian ini!!!” Archie dan yang lainnya memutuskan untuk membolos bersama dengan
alasan yang macam-macam dan tujuan mereka sekarang adalah UKS, tempat yang
biasa mereka datangi. Hal itu karena petugas kesehatan disana, Nuri yang masih
muda, sama seperti mereka, menyukai alam dan segala misteri yang ada di dunia ini.
Jadi, jika mereka berlima berkumpul akan sangat pas karena obrolan mereka tidak
akan jauh dari alam, misteri dan sejenisnya.
“
Kali ini apa lagi??” tanya Nuri yang masih berkutat dengan catatannya.
“
Biasa, Bu… Archie lagi nggak jelas.”
“
Kamu kenapa Chie??”
“
Itu… sebenarnya udah beberapa hari ini saya nggak bisa tidur, Bu…”
“
Kenapa?”
“
Emm… gimana ya. Tiap kali saya tidur, saya selalu lihat penampakan makhluk
aneh… makhluk yang sama dengan yang dilihat penduduk lereng Gunung Sindoro.”
jelas Archie membuat Nuri meninggalkan catatannya dan focus dengan cerita
Archie.
“
Kamu pernah lihat makhluk itu??”
“
Belum pernah secara langsung… Cuma waktu mau tidur, pasti ada bayangan makhluk
bersayap itu.”
“
Kok kamu nggak cerita masalah itu??” tanya Rudi.
“
Maaf, aku Cuma nggak mau gegabah… aku takut kalau ternyata bayangan itu Cuma
imajinasiku dan kalian bakal bilang kalau aku pembohong.”
“
Bukan masalah itu, Chie… kalian itu berteman, harusnya kalau ada apa-apa ya
bicara, ngomong, bukan ditutup-tutupi seperti ini. ‘Kan akhirnya kamu sendiri
yang kebingungan menghadapi masalah itu.”
“
Iya, Bu… maaf.”
“
Terus, darimana kamu yakin kalau makhluk di mimpimu sama makhluk yang dilihat
penduduk lereng Gunung Sindoro itu makhluk yang sama??” tanya Dio.
“
Sama-sama punya sayap dan berbadan besar.”
“
Cuma itu?” heran Nuri. “ Iya… tapi, semakin lama bayangannya semakin jelas… dia
seperti mau minta tolong sama saya.”
“
Aa! Jangan-jangan kamu orang terpilih yang dipilih sama makhluk itu untuk bisa
membantu mereka. Kamu ‘kan paling mencintai alam diatara para anggota PA, siapa
tahu mereka memilihmu karena itu.”
“
Bintangmu apa, nak?” tanya Nuri tiba-tiba sambil menepuk pundak Ike pelan, “
Sagitarius, bu… kenapa?” sahut Ike polos.
“
Wah, kamu cocok kerja jadi pengarang novel fantasi.”
“
Bu Nuri malah becanda…”
“
Ya, kamu juga aneh. Buat apa makhluk yang bisa terbang dan berbadan besar itu
minta tolong sama Archie yang notabene manusia biasa yang badannya kecil
begini.”
“
Siapa tahu, bu… kaya’ di anime-anime
gitu. Ada satu hal yang hanya bisa dilakukan sama manusia biasa kaya’ Archie.”
“
Tuh, ‘kan… kamu emang cocok jadi pengarang novel fantasi.”
“
Sepertinya, apa yang dikatakan Ike benar…” sahut Rudi.
“
Syukurlah ada yang belain.”
“
Maksud kamu benar, gimana?”
“
Gini bu… sekarang kita pikir pakai logika. Ng… nggak sepenuhnya pakai logika
juga sih…”
Lanjut
Rudi kemudian, “ Kalau ada makhluk yang tiap hari mampir dimimpi kita, apa
nggak terlalu aneh kalau memang nggak ada apa-apa… lagipula seandainya benar
kalau makhluk yang dilihat Archie itu sama dengan makhluk yang dilihat penduduk
lereng Gunung Sindoro, pasti sesuatu telah terjadi di gunung itu.”
“
Tunggu… yang jadi pertanyaannya, kenapa mesti aku yang mereka pilih?”
“
Nah, itu yang aku nggak tahu.”
“
Yaaaahhh…… kirain…” sahut semuanya hampir bersamaan. Mereka tetap meneruskan
pembicaraan mereka sampai jam istirahat pertama.
Pertanyaan
demi pertanyaan terus muncul dipikiran Archie setelah obrolan bersama Nuri. Dia
jadi semakin tidak paham dengan keberadaan makhluk yang sebenarnya ada atau
tidak. Sekalipun ada, lalu apa hubungannya dengan Archie dan kenapa makhluk itu
memilihnya. Saat pernyataan itu menguat, teman-temannya banyak berspekulasi
membuat Archie jadi bimbang. Keinginannya sekarang hanya satu, segera mengetahui
kebenaran dari masalah ini.
ý
ý ý ý
ý ý ý
“
Archie!” teriak seseorang mengagetkan Archie yang sedang merapikan matras di
markas Pecinta Alam, Rian. Rian memang masuk Pecinta Alam membuat Archie
sangat-sangat-sangat bahagia karena kesamaan hobi mereka dengan alam. “ Eh? Aa…
Kak Rian, ngagetin aja… a… ada apa??”
“
Kamu yang ada apa… Lagi banyak pikiran ya? Dari tadi aku lihat, kamu nggak
konsentrasi ke rapat.”
“
I… iya… sebenernya lagi pusing mikirin banyak hal.”
“
Apa ini ada hubungannya sama kejadian di Wonosobo?”
“
Eng… mungkin iya.”
“
Wah, kaya’nya menarik nih… apa yang kamu pikirin?” sahut Rian sembari duduk
dikursi depan Archie.
“
Makhluk yang dilihat sama penduduk lereng Gunung Sindoro… Aku pernah lihat
walaupun masih belum pasti itu makhluk yang sama atau nggak…”
“
Serius?! Kamu pernah lihat makhluk itu? Kaya’ apa bentuknya?”
“
Sebenarnya sih sama persis kaya’ yang dijelaskan penduduk lereng Gunung
Sindoro. Punya sayap yang besar, badannya lebih besar daripada manusia, dan
yang jelas dia bukan burung… lebih mirip manusia.” jelas Archie.
“
Hebat… kamu keren banget!!! Tapi, darimana kamu tahu itu? Pernah ketemu?”
“
Belum… aku terus dihantui bayangan makhluk itu waktu mau tidur. Semakin lama,
bayangannya semakin jelas… Itu sebabnya aku sering ketiduran dikelas…”
“
Kalau kamu belum pernah ketemu sama makhluk itu… mana bisa tahu makhluk itu
adalah makhluk yang sama kaya’ penampakan di Gunung Sindoro. Siapa tahu itu
Cuma imajinasimu aja.”
“
Makanya aku masih bingung, Kak… kalaupun bener, kenapa mesti aku.”
“
Kamu pasti manusia terpilih… diantara beribu-ribu penduduk Wonosobo dan
diantara bermilyar-milyar penduduk dunia, kamu adalah orang yang dipilih sama
mereka.”
“
Temen-temenku juga bilang gitu… tapi sebelum aku yakin kalau makhluk itu ada
atau nggak, aku bakal terus dihantui makhluk bersayap itu.” kali ini Archie
menghela nafasnya saat tahu kalau dia akan terus dibayang-banyangi sesosok
makhluk yang tidak diketahui jenisnya itu.
“
Ya, pertanyaan kita semua… sebenarnya makhluk itu ada atau enggak? Sekalipun
ada, terus tujuan mereka itu apa? Kenapa mereka ada disini? Dan kalaupun nggak
ada, terus yang dilihat penduduk di lereng Gunung Sindoro itu makhluk apa??”
tanya Rian.
“
Itu juga pertanyaan yang ada di otakku…”
“
Oh, iya… kamu mau ikut muncak ke Sindoro?”
“
Dalam keadaan kaya’ gini aku masih nggak berani muncak… tapi, aku pingin banget
cari kebenarannya…” sahut Archie menaruh matras ketempatnya.
“
Yah, kita pergi ke Sindoro bukan Cuma mau observasi kaya’ biasa tapi karena mau
menyelidiki masalah ini juga… kita ‘kan nggak sendiri, ah maksudnya PA nggak
sendiri karena ada teman-teman pramuka saka wanabhakti, beberapa orang dari Dinas
Kehutanan Wonosobo juga ada…”
“
Kalian ikut?” tanya Archie pada tiga temannya yang masih mengobrol di ujung
ruangan.
“
Jelas dong… kapan lagi muncak ke Sindoro bareng-bareng sama orang-orang yang
mencintai alam selain anak-anak PA.”
“
Kak Rian… ikut juga?”
“
Iya jelas… ayo ikut. Siapa tahu kamu bisa tahu kebenarannya waktu muncak ke
Sindoro.”
“
Benar juga…”
“
Nggak usah khawatir… nggak akan ada hal parah yang terjadi di Sindoro. Percaya
deh, pulang dari Sindoro, kita bakal mengungkap semua tabir kehidupan makhluk
yang ditengarai berbadan manusia tapi punya sayap itu.” kata Rian sembari
menirukan gaya bicara yang khas dari presenter salah satu stasiun televisi
swasta.
“
Kak Rian lebay banget.” sahut Ike diikuti tawa Rudi dan Dio.
“
Hahahaha…… biar si Archie nggak stress.” Archie hanya bisa terdiam saat Rian
mengacak-acak rambutnya. Wajahnya bersemu merah membuat Ike, Rudi dan Dio
cekikikan tidak jelas.
Hanya
saat berbicara tentang apa yang dia sukai saja, Archie tidak terlihat gugup
berbicara dengan Rian. Begitu dia ingat kalau lawan bicaranya adalah Rian,
darahnya bergejolak, jantungnya berdetak kencang, tangannya dingin dan wajahnya
memerah. Kemudian dia akan mencari tempat untuk berteriak.
ý
ý ý ý
ý ý ý
“
Gimana sama makhluk yang selalu menghantuimu itu?” tanya Ike saat keempat
sahabat ini sedang berada di kantin.
“
E-N-G-G-A-K—T-A-H-U…” Archie terus menyandarkan kepalanya di meja sambil
menutup mata.
“
Semalam nggak tidur lagi?” tanya Dio sambil makan tempe kemul dihadapannya.
“
Mmmm… semalam lebih parah.”
“
Maksudnya parah? Kamu ketemu langsung sama makhluk itu?” tanya Ike penasaran.
“
Enggak… tapi bayangannya semakin lama semakin jelas. Aku bisa lihat badannya
yang bener-bener mirip manusia… tapi aku masih belum bisa tahu wajahnya.”
“
Dia bener-bener punya sayap, Chie?”
“
Ya… sayapnya lebih mirip kaya’ daun.”
“
Daun?????” ketiga sahabat Archie menatap aneh ke arah Archie.
“
Kalian pasti berpikir kalau ini Cuma imajinasiku aja… tapi beneran, sayap yang nempel
di belakang punggungnya itu daun.”
“
Manusia setengah tumbuhan?” tebak Ike.
“
Nggak tahu deh dia persilangan apa…”
“
Wah… jadi pingin cepet-cepet besok.” celetuk Dio.
“
Kenapa, Yo?” tanya Rudi sambil memakan kerupuk didepannya.
“
Biar tahu wajah dari makhluk itu… semakin lama, bayangan makhluk itu ‘kan
semakin jelas… jadi, kita semakin tahu makhluk itu.”
“
Hei… pikirin aku juga donk yang mesti nggak tidur gara-gara makhluk itu.”
“
Kenapa kamu harus nggak tidur? Lebih baik kamu tidur biar tahu lebih jelas
makhluk itu.”
“
Kamu sih, nggak ngalamin… aku yang ngalamin tahu!!!”
“
Ya, itu ‘kan resiko makhluk terpilih.”
“
Ah!!!!” Archie kembali menyandarkan kepalanya di meja dan menutup matanya. “ minggu
depan kita mau muncak ke Sindoro… menurut kalian, kita bakal menemukan
kebenarannya disana?” tanya Archie.
“
Iya… aku yakin, dengan kita pergi ke TKP, semuanya akan jelas.” sahut Rudi.
“
Sebenernya PA sama pramuka saka wanabhakti ke Gunung Sindoro Cuma mau lihat
keadaan disana tapi dari pihak Dinas Kehutanan pingin ikut menyelidiki langsung
masalah makhluk yang meresahkan itu.”
“
Katanya anak-anak nggak Cuma ke Sindoro kok… kita disuruh menyebar. Ada yang ke
Telaga Warna, Dieng, Sumbing, sama beberapa gua di kawasan Dieng.” sambung
Rudi.
“
Tapi… dalam keadaan yang sedang kacau gini, apa nggak sebaiknya nggak usah
dipencar? Bisa bahaya ‘kan kalau berpencar gitu… Sindoro sedang nggak
bersahabat sama orang Wonosobo… Sumbing, Dieng, Telaga Warna juga…”
“
Nggak ada hubungannya sama bersahabat atau nggak. Kita Cuma menjalankan tugas
sebagai kelompok pecinta alam yang benar-benar mencintai alam… kita ‘kan mau
melindungi alam ini, melindungi Sindoro-Sumbing, melindungi Wonosobo.”
“
Tumben banget kamu ngomong kaya’ gitu, Yo…”
“
Efek dari perubahan cuaca ekstrim.”
“
Mulai lagi deh…”
“
Tenang aja, Chie… kata Pak Sunan, dalam satu kelompok, kita bakal
bareng-bareng… mungkin tiap kelompok ada perwakilan PA, Wanabhakti terus dari Dinas
Kehutanan. Kemungkinan terburuk yang akan terjadi ke kita Cuma 10%... dan 10%
itu, masih bisa ditangani sama orang-orang disekitar kita.” kata Rudi
menenangkan Archie yang sepertinya masih ragu untuk ikut bersama mereka.
“
Tapi…”
“
Kamu jadi ikut nggak? Kalau enggak juga nggak masalah kok, Chie… nanti biar
kita bertiga yang cari kebenaran tentang makhluk itu.”
“
Ya… baiklah, aku ikut muncak.”
“
YEEEEE!!!!!” teriak Ike, Rudi dan Dio sambil mengangkat tangan mereka.
Ketakutan Archie hanya satu. Dia takut jika ternyata makhluk yang menghantuinya
itu adalah makhluk jahat yang akan memusnahkan umat manusia. Namun ketika tahu
kebodohannya tentang makhluk itu, Archie membuang jauh pikiran itu. Tentu saja,
karena Archie bahkan belum tahu makhluk itu ada atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar