3.
Wonosobo
kembali gempar setelah ledakan yang terdengar di malam jumat dan terjadi pukul
23.32 WIB. Ledakan tersebut terdengar hampir disemua penjuru kota, bahkan
sampai di kota yang berbatasan dengan Wonosobo seperti Temanggung, Magelang dan
Banjarnegara. Pemerintah kota Wonosobo yang dibantu pemerintah kota
Banjarnegara sibuk mencari asal ledakan yang awalnya diperkirakan dari PLTG
Dieng, namun disana tidak terjadi apa-apa.
Polisi
dari Polres Wonosobo, TNI dari Kodim 0707 Wonosobo juga tidak kalah sibuknya
mencari sumber ledakan yang sampai tiga hari setelah ledakan, tidak ada yang
tahu dimana sebenarnya asal ledakan yang terdengar seperti bom yang meledak.
Isu yang tidak benar mulai meluas sampai ke orang-orang yang berada di pelosok
desa dan membuat mereka bersiap untuk mengungsi meski pada akhirnya pemerintah
daerah meyakinkan mereka bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk.
Kejadian
itu juga membuat beberapa desa melakukan ronda setiap malam untuk menjaga desa
dari sesuatu yang akan mengganggu ketenangan desa. Hingga Wonosobo kembali
gempar setelah masyarakat lembah Dieng melihat cahaya dilangit berwarna kuning
keemasan yang terlihat seperti kembang api namun juga terlihat seperti meteor
yang pecah sebelum sampai ke bumi. Wonosobo kembali jadi pusat pemberitaan
diseluruh stasiun televisi Indonesia karena hal itu.
“
Saya ‘kan waktu itu lagi ronda sama temen-temen ini, berlima… waktu itu
kalau nggak salah jam 1 pagi, lagi pada nonton bola. Terus temen saya ini mau
pulang, lha waktu dia mau pulang itu kita berlima lihat ada cahaya terang
dilangit… saya kira kembang api, tapi kok nggak ada suaranya. Temen saya ini
bilang kalau itu meteor… tapi meteor kok banyak gitu, mawur-mawur gitu
kaya’ kembang api… apa sih namanya, ya, bentuknya kecil-kecil gitu lah tapi
menyebar.” kata salah satu saksi mata yang melihat kejadian itu.
Masalah
ini kembali membuat Archie berpangku tangan tidak mengerti. Apalagi yang
sebenarnya telah terjadi dengan Wonosobo sampai ada masalah yang tidak bisa
dipikir secara logika seperti ini. Jika memang apa yang dikatakan
teman-temannya tentang dirinya yang dipilih oleh makhluk yang ditengarai
sebagai penunggu gunung, kenapa mereka tidak menemui Archie? Lalu sebenarnya
makhluk itu ada atau tidak? Jika benar ada, lalu maksud dari kejadian-kejadian
di Wonosobo ini apa? Archie menggelengkan kepalanya pelan saat tahu dia belum
bisa mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya itu.
ý
ý ý ý
ý ý ý
Hari
minggu dimanfaatkan Archie untuk beres-beres kamarnya yang mulai berantakan
setelah Archie terlalu sibuk mengurusi makhluk yang selalu ‘mampir’ di
mimpinya. Semua buku yang tidak dipakai, dia satukan di kardus bekas mie
instan. Begitu juga dengan benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi. Beberapa
saat kemudian pintu kamar Archie terbuka.
“
Chie, masih punya buku paket IPA waktu SMP?” tanya Arya sembari masuk ke kamar
Archie yang masih berantakan.
“
Ada di kardus itu, cari sendiri. Buat apa sih?”
“
Tugas Biologi… tumben beres-beres.”
“
Kenapa emangnya? Nggak boleh, aku beres-beres?”
“
Ya, siapa tahu ada sesuatu yang bikin kamu beres-beres… temen-temenmu mau
datang kesini mungkin.” sahut Arya sembari membongkar kardus yang sudah ditata
Archie.
“
Halah! Paling cuma mereka yang dateng, kalau Satoshi yang dateng kesini baru
aku beres-beres.”
“
Chie… ini apa?” tanya Arya mengambil sebuah buku bersampul coklat di kardus. “
Kaya’nya punya ayah.”
“
Hah? tadi aku beres-beres, nggak ada buku itu. Coba lihat.” Archie mendekat
kearah Arya yang membuka buku tua yang super tebal itu. Ternyata isinya adalah
gambar sketsa pohon beserta keterangan tentang pohon tersebut. Beberapa halaman
dibuka, isinya hanya sekumpulan sketsa pohon dan tanaman, juga hewan-hewan yang
ditemui oleh ayah Archie dulu ketika naik gunung.
Kemudian,
Archie dan Arya menemukan sebuah halaman bertuliskan huruf Jepang Himitsu yang artinya rahasia dengan
spidol warna merah yang mulai pudar. Archie dan Arya saling berpandangan. Arya
mencoba membuka lembaran itu tapi, “ Kak, udah jelas tertulis Himitsu, jadi… aku nggak perlu
menjelaskan lagi.”
“
Hhhh… ayah ‘kan udah nggak ada, nggak masalah ‘kan kalau kita tahu apa yang
disembunyikan ayah selama ini. Siapa tahu di buku ini, kita bisa tahu apa yang
sedang terjadi di Wonosobo.”
“
Tunggu… tunggu…” Archie menghalangi Arya yang akan membuka lembar selanjutnya.
“ Kakak, kenapa tiba-tiba ngomong begitu?” tanya Archie menatap kearah
kakaknya.
“
Oke!! aku ketahuan… aku sedikit percaya kalau ada sesuatu yang terjadi di kota
ini dan itu aneh. SE-DI-KIT.”
“
So?”
“
Ya, kaya’nya aku mulai percaya sama omonganmu tentang makhluk itu.”
“
Hem… begitu.”
“
Udah, buka aja…” Arya langsung membuka lembar selanjutnya dan betapa
terkejutnya mereka melihat apa yang ada di kertas bergaris itu.
“
Ini, tumbuhan apa??” tanya Arya.
“
Aku nggak tahu, belum pernah lihat tumbuhan kaya’ begini… tapi, masa’ ini
tumbuhan sih?”
“
Aku juga ragu kalau ini tumbuhan.”
“
Coba lihat di halaman selanjutnya…”
Arya
menuruti perkataan adiknya dan langsung membuka lembar selanjutnya. Mereka
kembali terkejut melihat gambar yang aneh lagi di kertas itu.
“
Kak… jangan-jangan, ayah menggambar ini karena mau buat komik tentang alam.”
“
Bisa juga sih… aneh banget ayah gambar tumbuhan tapi ada mata, hidung, tangan
sama kakinya begini. Kaya’ mau promosi save
our earth aja.”
“
Coba lihat lembar sebelumnya.”
“
He?”
“
Lihat lembar pertama…” Arya membuka halaman pertama di buku tersebut. Sebuah
tanaman yang sama dengan gambar aneh yang dilihat Arya dan Archie. Begitu juga
dengan halaman kedua dan ketiga, juga seterusnya sama, tapi dalam bentuk yang
berbeda. Terlihat seperti karakter kartun berbentuk tumbuhan.
“
Aneh… setahuku, ayah nggak pernah punya ketertarikan sama komik atau kartun.
Ayah emang jago gambar tapi kaya’nya ayah nggak pernah gambar sesuatu yang
mirip karakter di komik anak kecil.”
“
Chie, lihat ini…”
Arya
menunjukkan sebuah sketsa manusia berbadan besar dengan sayap dipunggung, namun
gambar tersebut masih belum jelas bentuknya.
“
Apa ini makhluk yang dilihat sama orang-orang di lereng Gunung Sindoro?” tanya
Archie serius. “ Tapi, kenapa aku biasa aja ya lihat gambar ini… nggak kaya’
waktu lihat foto sayap di Gunung Kembang itu.”
“
Emangnya kamu kenapa?”
“
Aku pingsan, Kak… terus waktu pingsan itu, aku lihat makhluk besar bersayap
kaya’ gini… tapi sama kaya’ gambar ini, belum jelas.”
“
Syoking!!” kata Arya lebay sembari menjatuhkan kepalanya
disisi tempat tidur milik adiknya. “ Aku punya firasat nggak enak. Keluarga
kita pasti ada kaitannya sama makhluk ini.”
“
Keluarga kita sama makhluk ini?”
“
Iya. Mungkin awalnya kakek, kemudian ayah dan generasi selanjutnya kamu…”
“
Kakek? Kakek yang mana?”
Arya
mencoba berpikir.
“
Kakek Daud? Kaya’nya nggak mungkin… kalau kakek Miyagi? Boro-boro terlibat… ke Wonosobo aja baru sekali.” sahut Archie.
“
Hem… mungkin makhluk itu pernah menemui Kakek Miyagi di Jepang?”
“
Hah??!! jangan ngaco’ kak… selain
itu, emang makhluk ini beneran ada? Jangan-jangan Cuma imajinasiku dan
imajinasi ayah aja.”
“
Dua manusia punya imajinasi dengan detail yang sama kaya’ gini, apa nggak
terlalu aneh?”
“
Ng… aneh juga sih.”
“
Makanya… mungkin makhluk ini benar-benar ada.”
“
Kak, kok sekarang malah kakak yang tertarik sama beginian?” heran Archie
menatap kakaknya.
“
Gara-gara kamu. Titik.” Arya bergegas menutup buku tua milik ayahnya, mengambil
buku IPA yang dia cari kemudian kembali ke kamarnya. Archie tertawa melihat
tingkah Arya yang biasanya tidak percaya dengan hal seperti ini sekarang malah
lebih percaya daripada Archie. Hal ini memang menjadi sesuatu yang
kontroversial.
ý
ý ý ý
ý ý ý
“
Nduk… lagi apa disini sendiri?” tanya
tukang kebun di sekolah Archie.
Hari
ini adalah hari Senin dan ini adalah jadwal ekskul bulutangkis, ekskul yang
diikutinya namun Archie tidak lantas pergi ke GOR. Dia malah duduk termenung di
depan gudang sekolah.
“
Eh, Pak Bon…” kaget Archie saat melihat Pak Bon berdiri didepannya.
“
Ini udah sore, kenapa belum pulang? Haaa… pasti mau pacaran sama Mas Rian ya.”
“
Ha… Haaa… jangan bilang gitu, Pak… na… nanti bisa jadi gossip.” gugup Archie
dengan wajah memerah. Banyak orang yang tahu kedekatan Archie dan Rian. Banyak
yang menganggap mereka pacaran tapi tentu saja tidak. Pastinya Archie yang
paling senang jika hal itu memang benar terjadi.
“
Ya, nggak apa-apa kalau itu bener.”
“
Eng… enggak… itu nggak bener.”
“
Badmintonnya udah selesai apa?”
“
Belum…”
“
Terus ngapain disini? Kenapa nggak main?”
“
Lagi mikirin sesuatu.”
“
Sesuatu? Aaa… mikirin Mas Rian ya??”
“
P-Pak Bon… enggak! Archie lagi mikirin Wonosobo, Pak.”
“
Idih… masih kecil udah sok mikirin Wonosobo. Belajar dulu yang bener, nggak
usah ngurusin Wonosobo… ‘kan udah ada yang ngurusin sendiri, Pak Bupati, Pak
Wakil Bupati, pejabat daerah…”
“
Bukan itu…”
“
Mikirin masalah kemarin malam di lembah Dieng?”
“
Iya.”
“
Hhhh… dulu, orangtua Pak Bon pernah cerita tentang makhluk penunggu Dieng,
penunggu Sindoro sama Sumbing.”
“
Makhluk penunggu Dieng, Sindoro sama Sumbing?”
“
Iya, mereka itu adalah makhluk yang melindungi alam di tiga tempat itu. Alam
memang tidak bisa diserahkan begitu saja sama manusia… yah, manusia itu makhluk
yang rakus bahkan lebih rakus dari tikus. Mereka selalu ingin mendapatkan lebih
dari apa yang sudah mereka terima. Makanya makhluk itu ada.”
“
Itu Cuma dongeng jaman dulu atau benar adanya?”
“
Pak Bon juga nggak tahu nduk… tapi
yang jelas, orang-orang jaman dulu takut kalau menebang pohon di hutan. Boro-boro menebang pohon, orang masuk
kawasan hutan di lereng gunung aja takut.”
“
Itu sebabnya hutan masih asri waktu itu?”
“
Iya. Beda sama sekarang, manusia udah nggak mau tahu tentang lingkungan. Slogan
aja yang ASRI, tapi nyatanya nggak gitu. Makhluk itu marah dan akhirnya banyak
bencana datang ke kota ini.”
Archie
terdiam sambil berpikir. Keyakinannya pada makhluk itu sekarang menjadi 70%
setelah mendengar cerita Pak Bon tadi. Namun, apa benar kalau makhluk itu yang
menyebabkan bencana-bencana yang terjadi di Wonosobo?
“
Makanya bapak senang kalau cerita sama nduk…
soalnya nduk ini beda sama
murid-murid lain, mencintai alam. Bapak langsung kagum sama nduk waktu ada anak kelas 3 yang nginjek
tanaman didekat kelas 1. Nggak peduli anak kelas 3, langsung disemprot aja.”
“
Ah, waktu itu… ya habis dia kurang ajar sih pak… udah tahu ada tanaman disitu
pakai di cabut, terus diinjek. Emangnya tumbuhan nggak merasakan sakit waktu
dicabut, waktu diinjek? Emosi saya…”
“
Iya… iya… Pak Bon paham. Apalagi pas
kamu muncul di TV dengan suara lantang menolak 100% pembangunan villa di
kawasan Dieng. Padahal waktu itu kamu baru aja lulus SMP.”
“
Yah, saya emang nggak terlalu suka sama hal nggak penting kaya’ gitu pak…
mereka mengorbankan makhluk hidup lain demi bisa menikmati keuntungan. Villa di
kawasan Dieng, hah! mereka pikir Dieng akan jadi ramai karena hal itu, akan ada
banyak turis yang datang menginap dan menikmati indahnya panorama Dieng…”
“
Masih ada cara lain mendatangkan turis tanpa merusak alam.”
“
Setuju…” Archie menunjukkan jempolnya pada laki-laki paruh baya yang menjadi
tukang kebun sekolah. ‘Apaan! Menikmati
indahnya panorama Dieng tapi menghancurkan tumbuhan.’ gumam Archie sambil
terus menunjukkan ekspresi marah.
Archie
memang sempat terkenal karena keberaniannya menolak pembangunan beberapa villa
dengan mengorbankan pohon-pohon disekitar kawasan Dieng. Kecintaannya pada alam
diturunkan dari ayahnya yang seorang pendaki gunung sekaligus relawan. Itu yang
membuatnya mempunyai banyak kawan dan juga lawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar