Jumat, 06 September 2013

Novel Tentang Wonosobo part 3


3.


Wonosobo kembali gempar setelah ledakan yang terdengar di malam jumat dan terjadi pukul 23.32 WIB. Ledakan tersebut terdengar hampir disemua penjuru kota, bahkan sampai di kota yang berbatasan dengan Wonosobo seperti Temanggung, Magelang dan Banjarnegara. Pemerintah kota Wonosobo yang dibantu pemerintah kota Banjarnegara sibuk mencari asal ledakan yang awalnya diperkirakan dari PLTG Dieng, namun disana tidak terjadi apa-apa.
Polisi dari Polres Wonosobo, TNI dari Kodim 0707 Wonosobo juga tidak kalah sibuknya mencari sumber ledakan yang sampai tiga hari setelah ledakan, tidak ada yang tahu dimana sebenarnya asal ledakan yang terdengar seperti bom yang meledak. Isu yang tidak benar mulai meluas sampai ke orang-orang yang berada di pelosok desa dan membuat mereka bersiap untuk mengungsi meski pada akhirnya pemerintah daerah meyakinkan mereka bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk.
Kejadian itu juga membuat beberapa desa melakukan ronda setiap malam untuk menjaga desa dari sesuatu yang akan mengganggu ketenangan desa. Hingga Wonosobo kembali gempar setelah masyarakat lembah Dieng melihat cahaya dilangit berwarna kuning keemasan yang terlihat seperti kembang api namun juga terlihat seperti meteor yang pecah sebelum sampai ke bumi. Wonosobo kembali jadi pusat pemberitaan diseluruh stasiun televisi Indonesia karena hal itu.
Saya ‘kan waktu itu lagi ronda sama temen-temen ini, berlima… waktu itu kalau nggak salah jam 1 pagi, lagi pada nonton bola. Terus temen saya ini mau pulang, lha waktu dia mau pulang itu kita berlima lihat ada cahaya terang dilangit… saya kira kembang api, tapi kok nggak ada suaranya. Temen saya ini bilang kalau itu meteor… tapi meteor kok banyak gitu, mawur-mawur gitu kaya’ kembang api… apa sih namanya, ya, bentuknya kecil-kecil gitu lah tapi menyebar.” kata salah satu saksi mata yang melihat kejadian itu.
Masalah ini kembali membuat Archie berpangku tangan tidak mengerti. Apalagi yang sebenarnya telah terjadi dengan Wonosobo sampai ada masalah yang tidak bisa dipikir secara logika seperti ini. Jika memang apa yang dikatakan teman-temannya tentang dirinya yang dipilih oleh makhluk yang ditengarai sebagai penunggu gunung, kenapa mereka tidak menemui Archie? Lalu sebenarnya makhluk itu ada atau tidak? Jika benar ada, lalu maksud dari kejadian-kejadian di Wonosobo ini apa? Archie menggelengkan kepalanya pelan saat tahu dia belum bisa mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya itu.

ý ý ý ý ý ý ý

Hari minggu dimanfaatkan Archie untuk beres-beres kamarnya yang mulai berantakan setelah Archie terlalu sibuk mengurusi makhluk yang selalu ‘mampir’ di mimpinya. Semua buku yang tidak dipakai, dia satukan di kardus bekas mie instan. Begitu juga dengan benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi. Beberapa saat kemudian pintu kamar Archie terbuka.
“ Chie, masih punya buku paket IPA waktu SMP?” tanya Arya sembari masuk ke kamar Archie yang masih berantakan.
“ Ada di kardus itu, cari sendiri. Buat apa sih?”
“ Tugas Biologi… tumben beres-beres.”
“ Kenapa emangnya? Nggak boleh, aku beres-beres?”
“ Ya, siapa tahu ada sesuatu yang bikin kamu beres-beres… temen-temenmu mau datang kesini mungkin.” sahut Arya sembari membongkar kardus yang sudah ditata Archie.
“ Halah! Paling cuma mereka yang dateng, kalau Satoshi yang dateng kesini baru aku beres-beres.”
“ Chie… ini apa?” tanya Arya mengambil sebuah buku bersampul coklat di kardus. “ Kaya’nya punya ayah.”
“ Hah? tadi aku beres-beres, nggak ada buku itu. Coba lihat.” Archie mendekat kearah Arya yang membuka buku tua yang super tebal itu. Ternyata isinya adalah gambar sketsa pohon beserta keterangan tentang pohon tersebut. Beberapa halaman dibuka, isinya hanya sekumpulan sketsa pohon dan tanaman, juga hewan-hewan yang ditemui oleh ayah Archie dulu ketika naik gunung.
Kemudian, Archie dan Arya menemukan sebuah halaman bertuliskan huruf Jepang Himitsu yang artinya rahasia dengan spidol warna merah yang mulai pudar. Archie dan Arya saling berpandangan. Arya mencoba membuka lembaran itu tapi, “ Kak, udah jelas tertulis Himitsu, jadi… aku nggak perlu menjelaskan lagi.”
“ Hhhh… ayah ‘kan udah nggak ada, nggak masalah ‘kan kalau kita tahu apa yang disembunyikan ayah selama ini. Siapa tahu di buku ini, kita bisa tahu apa yang sedang terjadi di Wonosobo.”
“ Tunggu… tunggu…” Archie menghalangi Arya yang akan membuka lembar selanjutnya. “ Kakak, kenapa tiba-tiba ngomong begitu?” tanya Archie menatap kearah kakaknya.
“ Oke!! aku ketahuan… aku sedikit percaya kalau ada sesuatu yang terjadi di kota ini dan itu aneh. SE-DI-KIT.”
So?”
“ Ya, kaya’nya aku mulai percaya sama omonganmu tentang makhluk itu.”
“ Hem… begitu.”
“ Udah, buka aja…” Arya langsung membuka lembar selanjutnya dan betapa terkejutnya mereka melihat apa yang ada di kertas bergaris itu.
“ Ini, tumbuhan apa??” tanya Arya.
“ Aku nggak tahu, belum pernah lihat tumbuhan kaya’ begini… tapi, masa’ ini tumbuhan sih?”
“ Aku juga ragu kalau ini tumbuhan.”
“ Coba lihat di halaman selanjutnya…”
Arya menuruti perkataan adiknya dan langsung membuka lembar selanjutnya. Mereka kembali terkejut melihat gambar yang aneh lagi di kertas itu.
“ Kak… jangan-jangan, ayah menggambar ini karena mau buat komik tentang alam.”
“ Bisa juga sih… aneh banget ayah gambar tumbuhan tapi ada mata, hidung, tangan sama kakinya begini. Kaya’ mau promosi save our earth aja.”
“ Coba lihat lembar sebelumnya.”
“ He?”
“ Lihat lembar pertama…” Arya membuka halaman pertama di buku tersebut. Sebuah tanaman yang sama dengan gambar aneh yang dilihat Arya dan Archie. Begitu juga dengan halaman kedua dan ketiga, juga seterusnya sama, tapi dalam bentuk yang berbeda. Terlihat seperti karakter kartun berbentuk tumbuhan.
“ Aneh… setahuku, ayah nggak pernah punya ketertarikan sama komik atau kartun. Ayah emang jago gambar tapi kaya’nya ayah nggak pernah gambar sesuatu yang mirip karakter di komik anak kecil.”
“ Chie, lihat ini…”
Arya menunjukkan sebuah sketsa manusia berbadan besar dengan sayap dipunggung, namun gambar tersebut masih belum jelas bentuknya.
“ Apa ini makhluk yang dilihat sama orang-orang di lereng Gunung Sindoro?” tanya Archie serius. “ Tapi, kenapa aku biasa aja ya lihat gambar ini… nggak kaya’ waktu lihat foto sayap di Gunung Kembang itu.”
“ Emangnya kamu kenapa?”
“ Aku pingsan, Kak… terus waktu pingsan itu, aku lihat makhluk besar bersayap kaya’ gini… tapi sama kaya’ gambar ini, belum jelas.”
Syoking!!” kata Arya lebay sembari menjatuhkan kepalanya disisi tempat tidur milik adiknya. “ Aku punya firasat nggak enak. Keluarga kita pasti ada kaitannya sama makhluk ini.”
“ Keluarga kita sama makhluk ini?”
“ Iya. Mungkin awalnya kakek, kemudian ayah dan generasi selanjutnya kamu…”
“ Kakek? Kakek yang mana?”
Arya mencoba berpikir.
“ Kakek Daud? Kaya’nya nggak mungkin… kalau kakek Miyagi? Boro-boro terlibat… ke Wonosobo aja baru sekali.” sahut Archie.
“ Hem… mungkin makhluk itu pernah menemui Kakek Miyagi di Jepang?”
“ Hah??!! jangan ngaco’ kak… selain itu, emang makhluk ini beneran ada? Jangan-jangan Cuma imajinasiku dan imajinasi ayah aja.”
“ Dua manusia punya imajinasi dengan detail yang sama kaya’ gini, apa nggak terlalu aneh?”
“ Ng… aneh juga sih.”
“ Makanya… mungkin makhluk ini benar-benar ada.”
“ Kak, kok sekarang malah kakak yang tertarik sama beginian?” heran Archie menatap kakaknya.
“ Gara-gara kamu. Titik.” Arya bergegas menutup buku tua milik ayahnya, mengambil buku IPA yang dia cari kemudian kembali ke kamarnya. Archie tertawa melihat tingkah Arya yang biasanya tidak percaya dengan hal seperti ini sekarang malah lebih percaya daripada Archie. Hal ini memang menjadi sesuatu yang kontroversial.

ý ý ý ý ý ý ý

Nduk… lagi apa disini sendiri?” tanya tukang kebun di sekolah Archie.
Hari ini adalah hari Senin dan ini adalah jadwal ekskul bulutangkis, ekskul yang diikutinya namun Archie tidak lantas pergi ke GOR. Dia malah duduk termenung di depan gudang sekolah.
“ Eh, Pak Bon…” kaget Archie saat melihat Pak Bon berdiri didepannya.
“ Ini udah sore, kenapa belum pulang? Haaa… pasti mau pacaran sama Mas Rian ya.”
“ Ha… Haaa… jangan bilang gitu, Pak… na… nanti bisa jadi gossip.” gugup Archie dengan wajah memerah. Banyak orang yang tahu kedekatan Archie dan Rian. Banyak yang menganggap mereka pacaran tapi tentu saja tidak. Pastinya Archie yang paling senang jika hal itu memang benar terjadi.
“ Ya, nggak apa-apa kalau itu bener.”
“ Eng… enggak… itu nggak bener.”
“ Badmintonnya udah selesai apa?”
“ Belum…”
“ Terus ngapain disini? Kenapa nggak main?”
“ Lagi mikirin sesuatu.”
“ Sesuatu? Aaa… mikirin Mas Rian ya??”
“ P-Pak Bon… enggak! Archie lagi mikirin Wonosobo, Pak.”
“ Idih… masih kecil udah sok mikirin Wonosobo. Belajar dulu yang bener, nggak usah ngurusin Wonosobo… ‘kan udah ada yang ngurusin sendiri, Pak Bupati, Pak Wakil Bupati, pejabat daerah…”
“ Bukan itu…”
“ Mikirin masalah kemarin malam di lembah Dieng?”
“ Iya.”
“ Hhhh… dulu, orangtua Pak Bon pernah cerita tentang makhluk penunggu Dieng, penunggu Sindoro sama Sumbing.”
“ Makhluk penunggu Dieng, Sindoro sama Sumbing?”
“ Iya, mereka itu adalah makhluk yang melindungi alam di tiga tempat itu. Alam memang tidak bisa diserahkan begitu saja sama manusia… yah, manusia itu makhluk yang rakus bahkan lebih rakus dari tikus. Mereka selalu ingin mendapatkan lebih dari apa yang sudah mereka terima. Makanya makhluk itu ada.”
“ Itu Cuma dongeng jaman dulu atau benar adanya?”
“ Pak Bon juga nggak tahu nduk… tapi yang jelas, orang-orang jaman dulu takut kalau menebang pohon di hutan. Boro-boro menebang pohon, orang masuk kawasan hutan di lereng gunung aja takut.”
“ Itu sebabnya hutan masih asri waktu itu?”
“ Iya. Beda sama sekarang, manusia udah nggak mau tahu tentang lingkungan. Slogan aja yang ASRI, tapi nyatanya nggak gitu. Makhluk itu marah dan akhirnya banyak bencana datang ke kota ini.”
Archie terdiam sambil berpikir. Keyakinannya pada makhluk itu sekarang menjadi 70% setelah mendengar cerita Pak Bon tadi. Namun, apa benar kalau makhluk itu yang menyebabkan bencana-bencana yang terjadi di Wonosobo?
“ Makanya bapak senang kalau cerita sama nduk… soalnya nduk ini beda sama murid-murid lain, mencintai alam. Bapak langsung kagum sama nduk waktu ada anak kelas 3 yang nginjek tanaman didekat kelas 1. Nggak peduli anak kelas 3, langsung disemprot aja.”
“ Ah, waktu itu… ya habis dia kurang ajar sih pak… udah tahu ada tanaman disitu pakai di cabut, terus diinjek. Emangnya tumbuhan nggak merasakan sakit waktu dicabut, waktu diinjek? Emosi saya…”
“ Iya… iya… Pak Bon paham. Apalagi pas kamu muncul di TV dengan suara lantang menolak 100% pembangunan villa di kawasan Dieng. Padahal waktu itu kamu baru aja lulus SMP.”
“ Yah, saya emang nggak terlalu suka sama hal nggak penting kaya’ gitu pak… mereka mengorbankan makhluk hidup lain demi bisa menikmati keuntungan. Villa di kawasan Dieng, hah! mereka pikir Dieng akan jadi ramai karena hal itu, akan ada banyak turis yang datang menginap dan menikmati indahnya panorama Dieng…”
“ Masih ada cara lain mendatangkan turis tanpa merusak alam.”
“ Setuju…” Archie menunjukkan jempolnya pada laki-laki paruh baya yang menjadi tukang kebun sekolah. ‘Apaan! Menikmati indahnya panorama Dieng tapi menghancurkan tumbuhan.’ gumam Archie sambil terus menunjukkan ekspresi marah.
Archie memang sempat terkenal karena keberaniannya menolak pembangunan beberapa villa dengan mengorbankan pohon-pohon disekitar kawasan Dieng. Kecintaannya pada alam diturunkan dari ayahnya yang seorang pendaki gunung sekaligus relawan. Itu yang membuatnya mempunyai banyak kawan dan juga lawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar