Rabu, 25 September 2013

teman-teman saya...


Alkisah lagi ketika saya harus mengikuti PPL karena suatu hal (uapakah?). dikisahken saya PPL di Kendal yang memakan waktu 45 menit dari UNNES Sekaran. Saya tidak merasa tegang karena ada 3 orang teman dari pendidikan bahasa jepang alias satu prodi dengan saya. Yang untungnya saya sudah paham dengan mereka bertiga. Saya hanya takut tidak bisa membaur dengan teman-teman PPL yang lain karena pada dasarnya saya ini tertutup dan agak pasip kalau harus bertemu dengan teman baru. Alhasil, setelah beberapa minggu mengenal mereka “ Jebul nyenengke karo cah2 iki.” Dan saya memutuskan untuk kos di Kendal saja daripada di kos UNNES. Ternyata keputusan saya salah. Pertama, saya ditinggalkan penghuni kamar yang lain karena mereka hanya setor uang sama bapak kos tapi nggak di tempatin kos.nya sampai mau habis masa berlakunya. Kedua, MAKANAN DI SINI MAHAL-MAHAL!!!! Maklum sih karena disini bukan daerah pendidikan kaya’ di UNNES. Kalau di UNNES ‘kan udah harga mahasiswa. Disini mah harga rumah tangga.

Ah, dua hal itu bukan masalah kalau udah masuk sekolah. saya senang dengerin cerita temen-temen di PPL. Yah, saya ini manusia asuransi, always listening, always understanding. Daripada ngomong, saya lebih baik mendengarkan cerita orang lain. Jarang ‘kan ada orang lagi ngomong dengan semangatnya eh dicuekin. Soalnya saya juga sering ngalamin itu dan saya juga sebel. Makanya saya coba mendengarkan cerita mereka disaat beberapa orang sibuk dengan HP mereka. Betapa bahagianya saya di PPL. Saya bisa jadi diri saya dan semua sayang sama saya. Efek dari masa lalu membuat saya tidak bisa leluasa berteman. Yah, hal yang baik karena dijaman ini banyak teman yang nyerang dari belakang. Seperti kata-kata yang saya kutip dari TV “ musuh yang paling kejam adalah teman yang paling dekat.” Begitu katanya. Semakin hari, saya semakin menyukai PPL. Bukan menyukai sekolah dengan orang-orang egois yang tidak bisa menerima keberadaan oranglain tapi menyukai anak-anak PPL dg sikap dan sifat mereka yang berbeda2.

Pertama kalinya saya merasa senang bertemu dengan teman baru. Dulu saya seneng mengenal anak-anak TKJ, anak-anak PRAMUKA SAKA WANABHAKTI, anak-anak SHIPUDEN.comm, anak-anak J-ROCKSTAR WONOSOBO, anak-anak LONTONG yang berenam, anak-anak JAICO dan sekarang anak-anak PPL, mungkin nantin anak-anak KKN. Ah… saya punya banyak sekali teman. Bahagia? Pasti, tapi bagaimana setelah itu? saya pernah berpikir kalau persahabatan itu nggak abadi. Kenapa? karena kelak kita akan punya dunia masing-masing. Mereka dengan dunia mereka dan saya dengan dunia saya. Kita juga nggak melulu mikirin sahabat kita yang satu atau dua atau tiga orang ntu. Sahabat itu sebagai wadah ketika kita senang, kecewa, sedih, marah. Hanya bersama sahabat kita membagi perasaan2 itu. tapi kelak saya yakin kalau kita akan menemukan sahabat sejati kita. SUAMI atau ISTRI. Sahabat sejati yang sekarang juga ada, ORANGTUA!

Punya teman atau sahabat itu menyenangkan. Apalagi punya banyak, rasanya dunia begitu lengkap. Sayangnya saya Cuma punya 1 sahabat di rumah dan 1 sahabat di kampus. Yang lainnya hanya sekedar teman tapi itu sudah lebih dari cukup. Masa lalu yang mengekang saya untuk pilih2 teman membuat saya susah punya sahabat yang agak banyak. Yah, itulah kehidupan saya. Tidak banyak orang yang dididik keras seperti saya, maklum anak tentara. Tapi saya tetap bersyukur dilahirkan di keluarga militer karena biarpun saya cinta bgt sama jepang, sama tidak lupa dengan tanah air kita yang tercinta, INDONESIA.

Begitulah kisah saya. Kalau ada salah kata dimaafkan ya… efek bar badminton hahahahahaha #plak!

Jumat, 06 September 2013

Novel Tentang Wonosobo part 3


3.


Wonosobo kembali gempar setelah ledakan yang terdengar di malam jumat dan terjadi pukul 23.32 WIB. Ledakan tersebut terdengar hampir disemua penjuru kota, bahkan sampai di kota yang berbatasan dengan Wonosobo seperti Temanggung, Magelang dan Banjarnegara. Pemerintah kota Wonosobo yang dibantu pemerintah kota Banjarnegara sibuk mencari asal ledakan yang awalnya diperkirakan dari PLTG Dieng, namun disana tidak terjadi apa-apa.
Polisi dari Polres Wonosobo, TNI dari Kodim 0707 Wonosobo juga tidak kalah sibuknya mencari sumber ledakan yang sampai tiga hari setelah ledakan, tidak ada yang tahu dimana sebenarnya asal ledakan yang terdengar seperti bom yang meledak. Isu yang tidak benar mulai meluas sampai ke orang-orang yang berada di pelosok desa dan membuat mereka bersiap untuk mengungsi meski pada akhirnya pemerintah daerah meyakinkan mereka bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang buruk.
Kejadian itu juga membuat beberapa desa melakukan ronda setiap malam untuk menjaga desa dari sesuatu yang akan mengganggu ketenangan desa. Hingga Wonosobo kembali gempar setelah masyarakat lembah Dieng melihat cahaya dilangit berwarna kuning keemasan yang terlihat seperti kembang api namun juga terlihat seperti meteor yang pecah sebelum sampai ke bumi. Wonosobo kembali jadi pusat pemberitaan diseluruh stasiun televisi Indonesia karena hal itu.
Saya ‘kan waktu itu lagi ronda sama temen-temen ini, berlima… waktu itu kalau nggak salah jam 1 pagi, lagi pada nonton bola. Terus temen saya ini mau pulang, lha waktu dia mau pulang itu kita berlima lihat ada cahaya terang dilangit… saya kira kembang api, tapi kok nggak ada suaranya. Temen saya ini bilang kalau itu meteor… tapi meteor kok banyak gitu, mawur-mawur gitu kaya’ kembang api… apa sih namanya, ya, bentuknya kecil-kecil gitu lah tapi menyebar.” kata salah satu saksi mata yang melihat kejadian itu.
Masalah ini kembali membuat Archie berpangku tangan tidak mengerti. Apalagi yang sebenarnya telah terjadi dengan Wonosobo sampai ada masalah yang tidak bisa dipikir secara logika seperti ini. Jika memang apa yang dikatakan teman-temannya tentang dirinya yang dipilih oleh makhluk yang ditengarai sebagai penunggu gunung, kenapa mereka tidak menemui Archie? Lalu sebenarnya makhluk itu ada atau tidak? Jika benar ada, lalu maksud dari kejadian-kejadian di Wonosobo ini apa? Archie menggelengkan kepalanya pelan saat tahu dia belum bisa mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya itu.

ý ý ý ý ý ý ý

Hari minggu dimanfaatkan Archie untuk beres-beres kamarnya yang mulai berantakan setelah Archie terlalu sibuk mengurusi makhluk yang selalu ‘mampir’ di mimpinya. Semua buku yang tidak dipakai, dia satukan di kardus bekas mie instan. Begitu juga dengan benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi. Beberapa saat kemudian pintu kamar Archie terbuka.
“ Chie, masih punya buku paket IPA waktu SMP?” tanya Arya sembari masuk ke kamar Archie yang masih berantakan.
“ Ada di kardus itu, cari sendiri. Buat apa sih?”
“ Tugas Biologi… tumben beres-beres.”
“ Kenapa emangnya? Nggak boleh, aku beres-beres?”
“ Ya, siapa tahu ada sesuatu yang bikin kamu beres-beres… temen-temenmu mau datang kesini mungkin.” sahut Arya sembari membongkar kardus yang sudah ditata Archie.
“ Halah! Paling cuma mereka yang dateng, kalau Satoshi yang dateng kesini baru aku beres-beres.”
“ Chie… ini apa?” tanya Arya mengambil sebuah buku bersampul coklat di kardus. “ Kaya’nya punya ayah.”
“ Hah? tadi aku beres-beres, nggak ada buku itu. Coba lihat.” Archie mendekat kearah Arya yang membuka buku tua yang super tebal itu. Ternyata isinya adalah gambar sketsa pohon beserta keterangan tentang pohon tersebut. Beberapa halaman dibuka, isinya hanya sekumpulan sketsa pohon dan tanaman, juga hewan-hewan yang ditemui oleh ayah Archie dulu ketika naik gunung.
Kemudian, Archie dan Arya menemukan sebuah halaman bertuliskan huruf Jepang Himitsu yang artinya rahasia dengan spidol warna merah yang mulai pudar. Archie dan Arya saling berpandangan. Arya mencoba membuka lembaran itu tapi, “ Kak, udah jelas tertulis Himitsu, jadi… aku nggak perlu menjelaskan lagi.”
“ Hhhh… ayah ‘kan udah nggak ada, nggak masalah ‘kan kalau kita tahu apa yang disembunyikan ayah selama ini. Siapa tahu di buku ini, kita bisa tahu apa yang sedang terjadi di Wonosobo.”
“ Tunggu… tunggu…” Archie menghalangi Arya yang akan membuka lembar selanjutnya. “ Kakak, kenapa tiba-tiba ngomong begitu?” tanya Archie menatap kearah kakaknya.
“ Oke!! aku ketahuan… aku sedikit percaya kalau ada sesuatu yang terjadi di kota ini dan itu aneh. SE-DI-KIT.”
So?”
“ Ya, kaya’nya aku mulai percaya sama omonganmu tentang makhluk itu.”
“ Hem… begitu.”
“ Udah, buka aja…” Arya langsung membuka lembar selanjutnya dan betapa terkejutnya mereka melihat apa yang ada di kertas bergaris itu.
“ Ini, tumbuhan apa??” tanya Arya.
“ Aku nggak tahu, belum pernah lihat tumbuhan kaya’ begini… tapi, masa’ ini tumbuhan sih?”
“ Aku juga ragu kalau ini tumbuhan.”
“ Coba lihat di halaman selanjutnya…”
Arya menuruti perkataan adiknya dan langsung membuka lembar selanjutnya. Mereka kembali terkejut melihat gambar yang aneh lagi di kertas itu.
“ Kak… jangan-jangan, ayah menggambar ini karena mau buat komik tentang alam.”
“ Bisa juga sih… aneh banget ayah gambar tumbuhan tapi ada mata, hidung, tangan sama kakinya begini. Kaya’ mau promosi save our earth aja.”
“ Coba lihat lembar sebelumnya.”
“ He?”
“ Lihat lembar pertama…” Arya membuka halaman pertama di buku tersebut. Sebuah tanaman yang sama dengan gambar aneh yang dilihat Arya dan Archie. Begitu juga dengan halaman kedua dan ketiga, juga seterusnya sama, tapi dalam bentuk yang berbeda. Terlihat seperti karakter kartun berbentuk tumbuhan.
“ Aneh… setahuku, ayah nggak pernah punya ketertarikan sama komik atau kartun. Ayah emang jago gambar tapi kaya’nya ayah nggak pernah gambar sesuatu yang mirip karakter di komik anak kecil.”
“ Chie, lihat ini…”
Arya menunjukkan sebuah sketsa manusia berbadan besar dengan sayap dipunggung, namun gambar tersebut masih belum jelas bentuknya.
“ Apa ini makhluk yang dilihat sama orang-orang di lereng Gunung Sindoro?” tanya Archie serius. “ Tapi, kenapa aku biasa aja ya lihat gambar ini… nggak kaya’ waktu lihat foto sayap di Gunung Kembang itu.”
“ Emangnya kamu kenapa?”
“ Aku pingsan, Kak… terus waktu pingsan itu, aku lihat makhluk besar bersayap kaya’ gini… tapi sama kaya’ gambar ini, belum jelas.”
Syoking!!” kata Arya lebay sembari menjatuhkan kepalanya disisi tempat tidur milik adiknya. “ Aku punya firasat nggak enak. Keluarga kita pasti ada kaitannya sama makhluk ini.”
“ Keluarga kita sama makhluk ini?”
“ Iya. Mungkin awalnya kakek, kemudian ayah dan generasi selanjutnya kamu…”
“ Kakek? Kakek yang mana?”
Arya mencoba berpikir.
“ Kakek Daud? Kaya’nya nggak mungkin… kalau kakek Miyagi? Boro-boro terlibat… ke Wonosobo aja baru sekali.” sahut Archie.
“ Hem… mungkin makhluk itu pernah menemui Kakek Miyagi di Jepang?”
“ Hah??!! jangan ngaco’ kak… selain itu, emang makhluk ini beneran ada? Jangan-jangan Cuma imajinasiku dan imajinasi ayah aja.”
“ Dua manusia punya imajinasi dengan detail yang sama kaya’ gini, apa nggak terlalu aneh?”
“ Ng… aneh juga sih.”
“ Makanya… mungkin makhluk ini benar-benar ada.”
“ Kak, kok sekarang malah kakak yang tertarik sama beginian?” heran Archie menatap kakaknya.
“ Gara-gara kamu. Titik.” Arya bergegas menutup buku tua milik ayahnya, mengambil buku IPA yang dia cari kemudian kembali ke kamarnya. Archie tertawa melihat tingkah Arya yang biasanya tidak percaya dengan hal seperti ini sekarang malah lebih percaya daripada Archie. Hal ini memang menjadi sesuatu yang kontroversial.

ý ý ý ý ý ý ý

Nduk… lagi apa disini sendiri?” tanya tukang kebun di sekolah Archie.
Hari ini adalah hari Senin dan ini adalah jadwal ekskul bulutangkis, ekskul yang diikutinya namun Archie tidak lantas pergi ke GOR. Dia malah duduk termenung di depan gudang sekolah.
“ Eh, Pak Bon…” kaget Archie saat melihat Pak Bon berdiri didepannya.
“ Ini udah sore, kenapa belum pulang? Haaa… pasti mau pacaran sama Mas Rian ya.”
“ Ha… Haaa… jangan bilang gitu, Pak… na… nanti bisa jadi gossip.” gugup Archie dengan wajah memerah. Banyak orang yang tahu kedekatan Archie dan Rian. Banyak yang menganggap mereka pacaran tapi tentu saja tidak. Pastinya Archie yang paling senang jika hal itu memang benar terjadi.
“ Ya, nggak apa-apa kalau itu bener.”
“ Eng… enggak… itu nggak bener.”
“ Badmintonnya udah selesai apa?”
“ Belum…”
“ Terus ngapain disini? Kenapa nggak main?”
“ Lagi mikirin sesuatu.”
“ Sesuatu? Aaa… mikirin Mas Rian ya??”
“ P-Pak Bon… enggak! Archie lagi mikirin Wonosobo, Pak.”
“ Idih… masih kecil udah sok mikirin Wonosobo. Belajar dulu yang bener, nggak usah ngurusin Wonosobo… ‘kan udah ada yang ngurusin sendiri, Pak Bupati, Pak Wakil Bupati, pejabat daerah…”
“ Bukan itu…”
“ Mikirin masalah kemarin malam di lembah Dieng?”
“ Iya.”
“ Hhhh… dulu, orangtua Pak Bon pernah cerita tentang makhluk penunggu Dieng, penunggu Sindoro sama Sumbing.”
“ Makhluk penunggu Dieng, Sindoro sama Sumbing?”
“ Iya, mereka itu adalah makhluk yang melindungi alam di tiga tempat itu. Alam memang tidak bisa diserahkan begitu saja sama manusia… yah, manusia itu makhluk yang rakus bahkan lebih rakus dari tikus. Mereka selalu ingin mendapatkan lebih dari apa yang sudah mereka terima. Makanya makhluk itu ada.”
“ Itu Cuma dongeng jaman dulu atau benar adanya?”
“ Pak Bon juga nggak tahu nduk… tapi yang jelas, orang-orang jaman dulu takut kalau menebang pohon di hutan. Boro-boro menebang pohon, orang masuk kawasan hutan di lereng gunung aja takut.”
“ Itu sebabnya hutan masih asri waktu itu?”
“ Iya. Beda sama sekarang, manusia udah nggak mau tahu tentang lingkungan. Slogan aja yang ASRI, tapi nyatanya nggak gitu. Makhluk itu marah dan akhirnya banyak bencana datang ke kota ini.”
Archie terdiam sambil berpikir. Keyakinannya pada makhluk itu sekarang menjadi 70% setelah mendengar cerita Pak Bon tadi. Namun, apa benar kalau makhluk itu yang menyebabkan bencana-bencana yang terjadi di Wonosobo?
“ Makanya bapak senang kalau cerita sama nduk… soalnya nduk ini beda sama murid-murid lain, mencintai alam. Bapak langsung kagum sama nduk waktu ada anak kelas 3 yang nginjek tanaman didekat kelas 1. Nggak peduli anak kelas 3, langsung disemprot aja.”
“ Ah, waktu itu… ya habis dia kurang ajar sih pak… udah tahu ada tanaman disitu pakai di cabut, terus diinjek. Emangnya tumbuhan nggak merasakan sakit waktu dicabut, waktu diinjek? Emosi saya…”
“ Iya… iya… Pak Bon paham. Apalagi pas kamu muncul di TV dengan suara lantang menolak 100% pembangunan villa di kawasan Dieng. Padahal waktu itu kamu baru aja lulus SMP.”
“ Yah, saya emang nggak terlalu suka sama hal nggak penting kaya’ gitu pak… mereka mengorbankan makhluk hidup lain demi bisa menikmati keuntungan. Villa di kawasan Dieng, hah! mereka pikir Dieng akan jadi ramai karena hal itu, akan ada banyak turis yang datang menginap dan menikmati indahnya panorama Dieng…”
“ Masih ada cara lain mendatangkan turis tanpa merusak alam.”
“ Setuju…” Archie menunjukkan jempolnya pada laki-laki paruh baya yang menjadi tukang kebun sekolah. ‘Apaan! Menikmati indahnya panorama Dieng tapi menghancurkan tumbuhan.’ gumam Archie sambil terus menunjukkan ekspresi marah.
Archie memang sempat terkenal karena keberaniannya menolak pembangunan beberapa villa dengan mengorbankan pohon-pohon disekitar kawasan Dieng. Kecintaannya pada alam diturunkan dari ayahnya yang seorang pendaki gunung sekaligus relawan. Itu yang membuatnya mempunyai banyak kawan dan juga lawan.

Novel Tentang Wonosobo part 2


2.


Archie masih belum bisa melupakan sosok aneh yang sempat mampir dalam ingatannya itu. Dia tidak tahu apa-apa tentang ‘penampakan’ makhluk yang entah makhluk apa itu. Di dalam kamar, dia terus memikirkan hal itu hingga panggilan kakeknya membuat Archie keluar dari kamarnya. “ Ada apa, Kek??” tanya Archie melongokkan kepala dari pintu kamarnya.
Tuh lihat… kalau kaya’ gitu masa’ nggak mungkin ada penunggunya.”
“ Maksudnya apa sih, Kek?” kali ini Archie yang mulai penasaran, keluar dari kamar dan duduk disebelah kakeknya.
“ Ya itu, masa’ di Gunung Kembang ada benda yang mirip sama sayap kupu-kupu… tapi mana ada sayap kupu-kupu gedhe-nya hampir tiga meter, terus kupu-kupunya berapa besar??? Kalau nggak ada penunggunya, terus itu apa?” jelas Kakek Archie.
“ Gunung Kembang… kaya’ yang diceritain Dio. Terus, apa masih belum ada penjelasan dari Dinas Perhutanan?”
“ Belum… katanya masih mau di teliti sama peneliti yang suka meneliti benda-benda purbakala itu lho… tapi ya jadi wagu (aneh) kalau itu adalah benda purbakala. Lha wong nggak terkubur ditanah kok, lagipula mana ada manusia yang punya sayap dijaman dulu…”
“ Mungkin itu bukan sayap manusia, Kek…”
“ Hewan? Emang jaman dulu ada hewan yang punya sayap warnanya silver bling-bling kaya’ gitu?? Terus kenapa benda yang nggak terkubur ditanah itu baru aja ditemuin? Bukannya itu jalur yang sering dilewati orang-orang dari Dinas dan para pendaki Gunung Kembang??”
“ Kakek berisik!!!!” marah Arya dari dalam kamarnya yang berdekatan dengan ruang tengah.
“ Biarin!!!!” teriak kakek Archie tidak mau kalah.
“ Kalau dipikir-pikir… omongan kakek bener deh. Benda itu kalau dipegang langsung hancur, kalau benda purbakala… ya udah jelas bakal hancur nggak tersisa…” sahut Archie tidak mempedulikan teriakan Arya.
“ Nah… ‘kan, bener apa kata kakek. Pasti yang punya benda itu ya penunggu Gunung Sindoro kaya’ yang dilihat sama penduduk di lereng Gunung Sindoro itu…”
“ Penunggu gunung?? Kakek percaya kalau Sindoro, Sumbing sama Dieng ada penunggunya?”
“ Pasti ada… setiap tempat pasti ada penunggunya.”
“ Jadi, makhluk yang terbang di langit pas malam tahun baru itu penunggu Sindoro?”
“ Ya, kakek nggak tahu itu penunggu yang mana, tapi jelas kalau mereka itu makhluk penunggu diantara ketiga tempat itu.” Archie terdiam sembari terus memandang layar televisi.
Dia kemudian ingat sosok yang ‘mampir’ dalam ingatannya ketika Ike menunjukkan foto sayap berwarna silver yang ditemukan ayah Dio yang bekerja di Dinas Kehutanan. Archie tidak tahu, sosok itu hanya imajinasinya saja atau memang benar kalau itu adalah sosok yang dilihat para penduduk lereng Sindoro.
Beberapa saat kemudian, Archie kembali ke kamar dan merebahkan tubuhnya ditempat tidur. Dia mencoba memejamkan matanya, tapi saat suasana jadi gelap, Archie kembali melihat sosok berbadan tegap dengan sayap dipunggungnya. Hal itu terjadi berkali-kali membuat Archie ketakutan sendiri karena jika terus begini, dia tidak akan bisa tidur.
Archie berusaha tidak mengingat sosok bersayap itu, tapi tidak bisa menghindarkannya dari penglihatan sesuatu yang tidak diketahui jenisnya itu, manusia atau hewan. Akhirnya tepat pukul 03.20, Archie mulai bisa menutup matanya tanpa dihantui sosok yang belum pernah dilihatnya tersebut.

ý ý ý ý ý ý ý

Esok harinya dengan kantong mata yang menghitam, Archie berusaha menemui teman-temannya yang sudah siap menuju Dieng seperti yang sudah disepakati kemarin. Namun, dengan keadaan Archie yang seperti ini, dia tidak akan sanggup untuk pergi kemanapun. Yang dia butuhkan sekarang adalah tidur dengan jangka waktu yang lama sampai dia benar-benar kembali seperti semula.
Hingga akhirnya kelompok pecinta hal-hal misterius ini memutuskan untuk tidak menyelidiki langsung ke Dieng. Dio, Ike, dan Rudi hanya bisa mengikuti kemauan Archie yang mereka anggap sebagai ketua kelompok mereka. Setelah teman-temannya pulang, Archie kembali merebahkan badannya di tempat tidur dan mencoba tidur. Masih seperti semalam, tiap kali dia menutup mata, bayangan makhluk tidak jelas itu terus membayanginya.
Kenapa aku yang harus dilihatin penampakan makhluk yang nggak jelas ini? Apa ini ada hubungannya sama aku? ’ tanya Archie dalam hati. Beberapa saat kemudian, bunga tidur mulai menguasainya.
“ Archie… bangun sayang, ini udah sore!!” teriakan Ibu Archie dari luar kamarnya membuat Archie terbangun.
“ Eng… ini jam berapa sih?” tanyanya sambil melihat ke arah jam dinding bergambar idolanya, GIRUGAMESH, band visual kei Jepang. “ HAAAH???!!!!” teriak Archie saat tahu bahwa sekarang sudah jam 5 sore.
“ Ibu kok nggak bangunin aku.”
“ Lha, ‘kan udah tiga kali dibangunin… tapi kamunya tidur kaya’ kerbau, ibu udah teriak-teriak nggak jelas tapi kamu nggak bangun-bangun.”
“ Masa’ aku tidurnya kaya’ kerbau…”
“ Iya… denger kalau kakakmu teriak gara-gara rotinya dimakan kakek? Atau denger waktu ibu banting panci gara-gara ada kecoa?”
“ Eng… enggak.”
“ Nah, udah jelas ‘kan? Udah sana buruan mandi… terus makan, daritadi kamu belum makan ‘kan??”
“ Iya.” Archie bergegas mandi dan makan karena seharian ini dia menghabiskan waktu hanya untuk tidur.
Sambil makan, Archie mencoba mencari informasi tentang ‘kasus’ yang dia tangani dengan menonton berita di televisi.
Benar saja, kali ini di program berita salah satu televisi ada wawancara dengan para petugas patroli dari Dinas Kehutanan Kabupaten Wonosobo yang menemukan benda mirip sayap berwarna silver di Gunung Kembang. Ayah Dio yang jadi ‘bintang’ dalam berita itu karena dia adalah orang yang pertama kali menemukan benda aneh tersebut.
“ Itu Ayahnya Dio ‘kan?” tanya Ibu Archie sambil duduk disebelah Archie.
“ Iya, Bu… Ayahnya Dio yang pertama kali nemuin benda itu.” sahut Archie.
“ Cuma nemuin benda yang nggak jelas gitu aja, mendadak terkenal…”
“ Apanya benda yang nggak jelas?? Itu ‘kan udah jelas sayap… sayap!!”
“ Sayap apa segedhe itu? Sayap apa yang warnanya perak? Sayap apa yang dipegang langsung hancur? Apa??”
“ Eng… nggak tahu.”
“ Makanya ibu bilang nggak jelas.”
“ Tapi…”
“ A-P-A???”
“ Ng… Bu, ibu percaya kalau aku dihantui makhluk yang KAYA’NYA itu adalah makhluk yang dilihat penduduk lereng Gunung Sindoro?” ibu Archie menatap anaknya itu lekat-lekat. Archie memang selalu bersemangat saat berbicara tentang alam yang selalu dikaguminya tapi kali ini dia tidak hanya berbicara dengan semangat, ekspresi wajah Archie juga terlihat sangat serius.
“ Ibu nggak percaya. Itu pasti Cuma imajinasi kamu aja… gara-gara kebanyakan nonton berita kaya’ begini.”
“ Archie serius bu… pasti ada sesuatu yang bikin aku terus dihantui makhluk itu. Archie yakin kalau makhluk yang dilihat Archie sama kaya’ makhluk yang dilihat warga gunung Sindoro…”
Ibu Archie menghentikan aktifitasnya dan menatap Archie. Kemudian ibu Archie menghela nafas panjang.
“ Kamu mirip sama ayahmu… imajinasinya besar, suka berpetualang dan keras kepala. Ibu yakin kalau ayahmu masih hidup, kalian berdua akan menyelidiki masalah ini bersama-sama.”
“ Karena sekarang ayah nggak ada, makanya aku minta tolong sama ibu… tapi, Archie yakin kalau ibu nggak akan mau menyelidiki masalah ini.”
“ Ibu nggak punya imajinasi sekuat kamu dan ayahmu, makanya ibu nggak bisa bantu banyak… udah, nggak usah dibuat serius… nasinya dihabiskan dulu, setelah itu kerjain tugas rumahnya.”
“ Iya.” Archie pun menuruti perintah ibunya menghabiskan makanannya dan bergegas ke kamar untuk mengerjakan PR-nya.
Sembari mengerjakan tugas Kimia-nya, sesekali Archie memikirkan makhluk aneh itu. Otak imajinasinya mulai berpikir. Siapa tahu kalau makhluk itu memang penghuni gunung yang ingin meminta tolong padanya. Archie mangacak-acak rambutnya sendiri karena tahu kalau imajinasinya terlalu besar. Namun ketika dia berpikir tentang alam yang mulai terusik, Archie mencoba untuk mempercayai bahwa makhluk itu memang meminta tolong padanya.

ý ý ý ý ý ý ý

“ Selamat pagi anak-anak!!” teriak Surya, guru bahasa Inggris di sekolah Archie.
“ PAGIIIII……. PAAAAAKKKK……”
“ Wah, semangat nih… eh, lha itu ketua kelas kalian kenapa itu? Pagi-pagi udah lemes kaya’ belum sarapan.” sahut Surya pada Archie yang menyandarkan kepalanya di meja.
“ Eh, saya pak?” tanya Archie.
“ Iya… emangnya ketua kelas disini siapa lagi kalau bukan kamu??”
“ Maaf pak… semalam nggak tidur.”
“ Halah, masih kecil udah begadang segala… ngapain? Ngerjain tugas?”
“ Enggak bisa tidur pak…”
“ Ya udah, sana cuci muka dulu… ‘ntar malah tidur dikelas lagi.”
“ SIAP!!!” teriak Archie sambil berjalan keluar kelas menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Wajar saja kalau akhir-akhir ini Archie jarang tidur karena tiap kali tidur, dia selalu dihantui bayangan manusia bersayap itu. Semakin lama, bayangan itu semakin jelas.
“ Archie!!!” teriak seseorang dibelakang Archie membuatnya terkejut.
“ Ike!!! Ngapain kamu disini??”
“ Aku bilang sama Pak Surya kalau perutku sakit… jadi beliau menyuruhku ke UKS.”
“ Cuma alasan?”
“ Iya… aku khawatir sama kamu, soalnya akhir-akhir ini kamu jarang tidur dan sering mengantuk di kelas. Kamu juga nggak pernah cerita penyebabnya, aku jadi bingung…”
“ Nggak usah dipikirin… UKS yuk, kita bolos.” kata Archie sembari merangkul Ike menuju keluar kamar mandi. “ Bolos nggak ngajak-ngajak…” sahut seseorang diluar kamar mandi perempuan dan ternyata Dio dan Rudi.
“ HEE??!! Jangan-jangan kalian berdua juga alasan sakit sama Pak Surya??”
“ Aku bilang diare…” kata Dio.
“ Aku bilang mau nemenin Dio…” kali ini giliran Rudi dengan senyuman khasnya.
“ Kalian ini!!!” Archie dan yang lainnya memutuskan untuk membolos bersama dengan alasan yang macam-macam dan tujuan mereka sekarang adalah UKS, tempat yang biasa mereka datangi. Hal itu karena petugas kesehatan disana, Nuri yang masih muda, sama seperti mereka, menyukai alam dan segala misteri yang ada di dunia ini. Jadi, jika mereka berlima berkumpul akan sangat pas karena obrolan mereka tidak akan jauh dari alam, misteri dan sejenisnya.
“ Kali ini apa lagi??” tanya Nuri yang masih berkutat dengan catatannya.
“ Biasa, Bu… Archie lagi nggak jelas.”
“ Kamu kenapa Chie??”
“ Itu… sebenarnya udah beberapa hari ini saya nggak bisa tidur, Bu…”
“ Kenapa?”
“ Emm… gimana ya. Tiap kali saya tidur, saya selalu lihat penampakan makhluk aneh… makhluk yang sama dengan yang dilihat penduduk lereng Gunung Sindoro.” jelas Archie membuat Nuri meninggalkan catatannya dan focus dengan cerita Archie.
“ Kamu pernah lihat makhluk itu??”
“ Belum pernah secara langsung… Cuma waktu mau tidur, pasti ada bayangan makhluk bersayap itu.”
“ Kok kamu nggak cerita masalah itu??” tanya Rudi.
“ Maaf, aku Cuma nggak mau gegabah… aku takut kalau ternyata bayangan itu Cuma imajinasiku dan kalian bakal bilang kalau aku pembohong.”
“ Bukan masalah itu, Chie… kalian itu berteman, harusnya kalau ada apa-apa ya bicara, ngomong, bukan ditutup-tutupi seperti ini. ‘Kan akhirnya kamu sendiri yang kebingungan menghadapi masalah itu.”
“ Iya, Bu… maaf.”
“ Terus, darimana kamu yakin kalau makhluk di mimpimu sama makhluk yang dilihat penduduk lereng Gunung Sindoro itu makhluk yang sama??” tanya Dio.
“ Sama-sama punya sayap dan berbadan besar.”
“ Cuma itu?” heran Nuri. “ Iya… tapi, semakin lama bayangannya semakin jelas… dia seperti mau minta tolong sama saya.”
“ Aa! Jangan-jangan kamu orang terpilih yang dipilih sama makhluk itu untuk bisa membantu mereka. Kamu ‘kan paling mencintai alam diatara para anggota PA, siapa tahu mereka memilihmu karena itu.”
“ Bintangmu apa, nak?” tanya Nuri tiba-tiba sambil menepuk pundak Ike pelan, “ Sagitarius, bu… kenapa?” sahut Ike polos.
“ Wah, kamu cocok kerja jadi pengarang novel fantasi.”
“ Bu Nuri malah becanda…”
“ Ya, kamu juga aneh. Buat apa makhluk yang bisa terbang dan berbadan besar itu minta tolong sama Archie yang notabene manusia biasa yang badannya kecil begini.”
“ Siapa tahu, bu… kaya’ di anime-anime gitu. Ada satu hal yang hanya bisa dilakukan sama manusia biasa kaya’ Archie.”
“ Tuh, ‘kan… kamu emang cocok jadi pengarang novel fantasi.”
“ Sepertinya, apa yang dikatakan Ike benar…” sahut Rudi.
“ Syukurlah ada yang belain.”
“ Maksud kamu benar, gimana?”
“ Gini bu… sekarang kita pikir pakai logika. Ng… nggak sepenuhnya pakai logika juga sih…”
Lanjut Rudi kemudian, “ Kalau ada makhluk yang tiap hari mampir dimimpi kita, apa nggak terlalu aneh kalau memang nggak ada apa-apa… lagipula seandainya benar kalau makhluk yang dilihat Archie itu sama dengan makhluk yang dilihat penduduk lereng Gunung Sindoro, pasti sesuatu telah terjadi di gunung itu.”
“ Tunggu… yang jadi pertanyaannya, kenapa mesti aku yang mereka pilih?”
“ Nah, itu yang aku nggak tahu.”
“ Yaaaahhh…… kirain…” sahut semuanya hampir bersamaan. Mereka tetap meneruskan pembicaraan mereka sampai jam istirahat pertama.
Pertanyaan demi pertanyaan terus muncul dipikiran Archie setelah obrolan bersama Nuri. Dia jadi semakin tidak paham dengan keberadaan makhluk yang sebenarnya ada atau tidak. Sekalipun ada, lalu apa hubungannya dengan Archie dan kenapa makhluk itu memilihnya. Saat pernyataan itu menguat, teman-temannya banyak berspekulasi membuat Archie jadi bimbang. Keinginannya sekarang hanya satu, segera mengetahui kebenaran dari masalah ini.

ý ý ý ý ý ý ý

“ Archie!” teriak seseorang mengagetkan Archie yang sedang merapikan matras di markas Pecinta Alam, Rian. Rian memang masuk Pecinta Alam membuat Archie sangat-sangat-sangat bahagia karena kesamaan hobi mereka dengan alam. “ Eh? Aa… Kak Rian, ngagetin aja… a… ada apa??”
“ Kamu yang ada apa… Lagi banyak pikiran ya? Dari tadi aku lihat, kamu nggak konsentrasi ke rapat.”
“ I… iya… sebenernya lagi pusing mikirin banyak hal.”
“ Apa ini ada hubungannya sama kejadian di Wonosobo?”
“ Eng… mungkin iya.”
“ Wah, kaya’nya menarik nih… apa yang kamu pikirin?” sahut Rian sembari duduk dikursi depan Archie.
“ Makhluk yang dilihat sama penduduk lereng Gunung Sindoro… Aku pernah lihat walaupun masih belum pasti itu makhluk yang sama atau nggak…”
“ Serius?! Kamu pernah lihat makhluk itu? Kaya’ apa bentuknya?”
“ Sebenarnya sih sama persis kaya’ yang dijelaskan penduduk lereng Gunung Sindoro. Punya sayap yang besar, badannya lebih besar daripada manusia, dan yang jelas dia bukan burung… lebih mirip manusia.” jelas Archie.
“ Hebat… kamu keren banget!!! Tapi, darimana kamu tahu itu? Pernah ketemu?”
“ Belum… aku terus dihantui bayangan makhluk itu waktu mau tidur. Semakin lama, bayangannya semakin jelas… Itu sebabnya aku sering ketiduran dikelas…”
“ Kalau kamu belum pernah ketemu sama makhluk itu… mana bisa tahu makhluk itu adalah makhluk yang sama kaya’ penampakan di Gunung Sindoro. Siapa tahu itu Cuma imajinasimu aja.”
“ Makanya aku masih bingung, Kak… kalaupun bener, kenapa mesti aku.”
“ Kamu pasti manusia terpilih… diantara beribu-ribu penduduk Wonosobo dan diantara bermilyar-milyar penduduk dunia, kamu adalah orang yang dipilih sama mereka.”
“ Temen-temenku juga bilang gitu… tapi sebelum aku yakin kalau makhluk itu ada atau nggak, aku bakal terus dihantui makhluk bersayap itu.” kali ini Archie menghela nafasnya saat tahu kalau dia akan terus dibayang-banyangi sesosok makhluk yang tidak diketahui jenisnya itu.
“ Ya, pertanyaan kita semua… sebenarnya makhluk itu ada atau enggak? Sekalipun ada, terus tujuan mereka itu apa? Kenapa mereka ada disini? Dan kalaupun nggak ada, terus yang dilihat penduduk di lereng Gunung Sindoro itu makhluk apa??” tanya Rian.
“ Itu juga pertanyaan yang ada di otakku…”
“ Oh, iya… kamu mau ikut muncak ke Sindoro?”
“ Dalam keadaan kaya’ gini aku masih nggak berani muncak… tapi, aku pingin banget cari kebenarannya…” sahut Archie menaruh matras ketempatnya.
“ Yah, kita pergi ke Sindoro bukan Cuma mau observasi kaya’ biasa tapi karena mau menyelidiki masalah ini juga… kita ‘kan nggak sendiri, ah maksudnya PA nggak sendiri karena ada teman-teman pramuka saka wanabhakti, beberapa orang dari Dinas Kehutanan Wonosobo juga ada…”
“ Kalian ikut?” tanya Archie pada tiga temannya yang masih mengobrol di ujung ruangan.
“ Jelas dong… kapan lagi muncak ke Sindoro bareng-bareng sama orang-orang yang mencintai alam selain anak-anak PA.”
“ Kak Rian… ikut juga?”
“ Iya jelas… ayo ikut. Siapa tahu kamu bisa tahu kebenarannya waktu muncak ke Sindoro.”
“ Benar juga…”
“ Nggak usah khawatir… nggak akan ada hal parah yang terjadi di Sindoro. Percaya deh, pulang dari Sindoro, kita bakal mengungkap semua tabir kehidupan makhluk yang ditengarai berbadan manusia tapi punya sayap itu.” kata Rian sembari menirukan gaya bicara yang khas dari presenter salah satu stasiun televisi swasta.
“ Kak Rian lebay banget.” sahut Ike diikuti tawa Rudi dan Dio.
“ Hahahaha…… biar si Archie nggak stress.” Archie hanya bisa terdiam saat Rian mengacak-acak rambutnya. Wajahnya bersemu merah membuat Ike, Rudi dan Dio cekikikan tidak jelas.
Hanya saat berbicara tentang apa yang dia sukai saja, Archie tidak terlihat gugup berbicara dengan Rian. Begitu dia ingat kalau lawan bicaranya adalah Rian, darahnya bergejolak, jantungnya berdetak kencang, tangannya dingin dan wajahnya memerah. Kemudian dia akan mencari tempat untuk berteriak.

ý ý ý ý ý ý ý

“ Gimana sama makhluk yang selalu menghantuimu itu?” tanya Ike saat keempat sahabat ini sedang berada di kantin.
“ E-N-G-G-A-K—T-A-H-U…” Archie terus menyandarkan kepalanya di meja sambil menutup mata.
“ Semalam nggak tidur lagi?” tanya Dio sambil makan tempe kemul dihadapannya.
“ Mmmm… semalam lebih parah.”
“ Maksudnya parah? Kamu ketemu langsung sama makhluk itu?” tanya Ike penasaran.
“ Enggak… tapi bayangannya semakin lama semakin jelas. Aku bisa lihat badannya yang bener-bener mirip manusia… tapi aku masih belum bisa tahu wajahnya.”
“ Dia bener-bener punya sayap, Chie?”
“ Ya… sayapnya lebih mirip kaya’ daun.”
“ Daun?????” ketiga sahabat Archie menatap aneh ke arah Archie.
“ Kalian pasti berpikir kalau ini Cuma imajinasiku aja… tapi beneran, sayap yang nempel di belakang punggungnya itu daun.”
“ Manusia setengah tumbuhan?” tebak Ike.
“ Nggak tahu deh dia persilangan apa…”
“ Wah… jadi pingin cepet-cepet besok.” celetuk Dio.
“ Kenapa, Yo?” tanya Rudi sambil memakan kerupuk didepannya.
“ Biar tahu wajah dari makhluk itu… semakin lama, bayangan makhluk itu ‘kan semakin jelas… jadi, kita semakin tahu makhluk itu.”
“ Hei… pikirin aku juga donk yang mesti nggak tidur gara-gara makhluk itu.”
“ Kenapa kamu harus nggak tidur? Lebih baik kamu tidur biar tahu lebih jelas makhluk itu.”
“ Kamu sih, nggak ngalamin… aku yang ngalamin tahu!!!”
“ Ya, itu ‘kan resiko makhluk terpilih.”
“ Ah!!!!” Archie kembali menyandarkan kepalanya di meja dan menutup matanya. “ minggu depan kita mau muncak ke Sindoro… menurut kalian, kita bakal menemukan kebenarannya disana?” tanya Archie.
“ Iya… aku yakin, dengan kita pergi ke TKP, semuanya akan jelas.” sahut Rudi.
“ Sebenernya PA sama pramuka saka wanabhakti ke Gunung Sindoro Cuma mau lihat keadaan disana tapi dari pihak Dinas Kehutanan pingin ikut menyelidiki langsung masalah makhluk yang meresahkan itu.”
“ Katanya anak-anak nggak Cuma ke Sindoro kok… kita disuruh menyebar. Ada yang ke Telaga Warna, Dieng, Sumbing, sama beberapa gua di kawasan Dieng.” sambung Rudi.
“ Tapi… dalam keadaan yang sedang kacau gini, apa nggak sebaiknya nggak usah dipencar? Bisa bahaya ‘kan kalau berpencar gitu… Sindoro sedang nggak bersahabat sama orang Wonosobo… Sumbing, Dieng, Telaga Warna juga…”
“ Nggak ada hubungannya sama bersahabat atau nggak. Kita Cuma menjalankan tugas sebagai kelompok pecinta alam yang benar-benar mencintai alam… kita ‘kan mau melindungi alam ini, melindungi Sindoro-Sumbing, melindungi Wonosobo.”
“ Tumben banget kamu ngomong kaya’ gitu, Yo…”
“ Efek dari perubahan cuaca ekstrim.”
“ Mulai lagi deh…”
“ Tenang aja, Chie… kata Pak Sunan, dalam satu kelompok, kita bakal bareng-bareng… mungkin tiap kelompok ada perwakilan PA, Wanabhakti terus dari Dinas Kehutanan. Kemungkinan terburuk yang akan terjadi ke kita Cuma 10%... dan 10% itu, masih bisa ditangani sama orang-orang disekitar kita.” kata Rudi menenangkan Archie yang sepertinya masih ragu untuk ikut bersama mereka.
“ Tapi…”
“ Kamu jadi ikut nggak? Kalau enggak juga nggak masalah kok, Chie… nanti biar kita bertiga yang cari kebenaran tentang makhluk itu.”
“ Ya… baiklah, aku ikut muncak.”
“ YEEEEE!!!!!” teriak Ike, Rudi dan Dio sambil mengangkat tangan mereka. Ketakutan Archie hanya satu. Dia takut jika ternyata makhluk yang menghantuinya itu adalah makhluk jahat yang akan memusnahkan umat manusia. Namun ketika tahu kebodohannya tentang makhluk itu, Archie membuang jauh pikiran itu. Tentu saja, karena Archie bahkan belum tahu makhluk itu ada atau tidak.